Rahmatan Lil 'Alaamiin

Manusia adalah makhluk sosial. Artinya bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, tetapi saling membutuhkan. Di samping hubungan vertikalnya dengan Sang Maha Pencipta, manusia juga dituntut untuk menjalin hubungan horizontal yang baik dengan sesama manusia. Nenek moyang kita, Adam As merasa kesepian dan memerlukan teman hidup, maka terciptalah Hawa. Dan dari sana mulailah beranak pinak anak-anak Adam sampai sekarang memenuhi muka bumi ini.

Interaksi sosial tidak terbatasi oleh suku, ras, adat, budaya, atau hal-hal lain. Bagi kita selaku umat muslim, menebarkan cinta kasih harus menyeluruh melingkupi semua umat manusia. Bukankah Nabi kita diutus ke muka bumi ini untuk seluruh alam? Alam di sini adalah seluruh makhluk. Baik yang ghaib atau pun yang tampak. Beda halnya dengan nabi-nabi yang diutus sebelum beliau. Mereka hanya diberi kewajiban untuk berdakwah kepada kaumnya saja. Jika demikian, bagaimana bisa ajaran kedamaian islam mendiskriminasikan suatu kelompok? Karena sejatinya dakwah yang luar biasa itu adalah mengajak orang yang belum mengimani keesaan Allah. Bukan malah sebaliknya. Memukul yang beriman seakan-akan mereka belum beriman. Mengislamkan yang kafir, bukan mengkafirkan yang islam.

Ada beberapa fakta yang unik dan mengagumkan yang terjadi di tanah nusantara ini berkaitan dengan diterima dan tersebarnya agama islam. Para wali songo sebagai pewaris risalah Nabi Saw di nusantara ini telah berhasil mengajak masyarakat pada waktu itu masuk ke dalam "al islam". Bukan dengan cara peperangan, pemaksaan, atau pun kekuasaan. Tetapi para wali menggunakan budaya setempat sebagai sarana untuk memberitahukan islam. Mengakulturasikan kebiasaan warga setempat pada waktu itu yang tidak melanggar syariat untuk dijadikan alat pengirim pesan wajah islam. Kedamaian yang ditampilkan oleh para wali itu sangat menarik simpati masyarakat. Alhasil, penyebaran islam pada waktu itu berhasil dan berkembang sangat pesat.

Begitulah sejatinya sikap muslim. Tutur kata, raut wajah dan prilakunya haruslah menyejukkan. Membuat orang-orang di sekitarnya merasa aman tentram. Karena itu, orang-orang akan tertarik dan ingin mengislamkan dirinya. Bukan menaruh ketakutan (phobia) sehingga melahirkan islamphobia. Merasa benar sendiri dan menolak kemungkinan orang lain pun juga benar akan melahirkan sikap yang intoleran. Baik terhadap sesama muslim maupun non-muslim. Dan inilah yang dikhawatirkan sekarang ini. Di negara yang beraneka ragam budaya, suku, bahasa dan agama kenapa harus bersitegang karena egonya masing-masing.

Kita harus melempar jauh-jauh perbedaan. Kita harus lebih banyak mengambil sisi kesamaan. Sudah cukup bagi kita semboyan "Bhineka Tunggal Ika" sebagai alat persatuan bangsa. Cukup itu saja dalil kita untuk hidup berdampingan. Atau ingat kembali pesan Allah Swt. ini
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.

Sudahkah mengerti dan paham akan ayat itu? Jika sudah mengapa tak kita aplikasikan? Ataukah belum? Jika belum, itulah permasalahannya. Yuk, kita pertajam persamaan dan persempit perbedaan. Agar kita tidak hidup dalam kecurigaan dan permusuhan tetapi hidup rukun berdampingan.

Komentar

Postingan Populer